Dialog
/I/
"Samir khusus itu hanya berjumlah sepuluh. Untuk sepuluh nilai terbaik," ucapnya.
"Aku ingin mendapatkannya, tapi apalah nilaiku, lima puluh besar saja tak sampai." Tambahnya.
Aku hanya mengangguk menanggapinya, lalu menunduk.
*
"Apa harapanmu?" Dia bertanya.
"Ingin masuk ke SMA Tugu," jawabku. Aku merasa masih ada keraguan atas jawabanku.
"Wah, aku masih bingung antara SMA Teratai atau Tugu. Dua-duanya favorit sih!"
*
"Hei, kamu tau kan? Nilaimu makin turun lho. Ayo, semangatnya jangan turun juga!"
"Iya, aku sedang berusaha. Tolong ingatkan aku lagi."
*
"Kamu kenapa? Ada masalah apa? Nilaimu jauh, turun drastis dari sebelumnya. Mau cerita?"
"Nggak, aku nggak papa. Aku hanya butuh waktu."
"Yakin?"
"..."
Sebenarnya, tidak.
*
"Selamat ya!! Aku nggak nyangka lho! Kamu penuh kejutan!" Dia menyalamiku.
"Kukira aku bakal jatuh sangat dalam, tak ada harapan lagi untuk masuk sekolah negeri." Air mataku jatuh.
"Hei, itu air mata bahagia kan?"
Aku menatapnya.
Iya.
*
"Aku menang."
"Karena kamu peraih nilai terbaik ketiga?" tanya-nya.
"Bukan."
"Karena kamu yang memakai samir khusus itu, berarti, kamu menang dariku, kan?"
"Bukan juga."
"Lantas?"
"Aku menang melawan diriku sendiri."
Comments
Post a Comment